Ke Kalimantan dan Indonesia Timur, menurut Prof Prof. Helius Sjamsuddin, Belanda lewat NICA (Netherlands Indie Civil Administration) menyusup dengan mendompleng pasukan Australia. Di kemudian hari, Van Mook menawarkan konsep federalisme untuk kembali bercokol di Indonesia. "Tapi tak semua muslihat itu diamini, sehingga muncul perlawanan-perlawanan di berbagai daerah," tulis Helius dalam makalahnya, Kiprah Perjuangan dan Pengabdia Ir Pangeran Mohamad Noor dalam Dinamika Sejarah Bangsa.
Sebagai gubernur Kalimantan, Pangeran Mohammad (PM) Noor sejak awal menyatakan setia dengan NKRI. Tapi berkali-kali misi infiltrasi ke Kalimantan melalui jalur laut kandas diblokade Belanda. PM Noor akhirnya menyurati Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Ia meminta bantuan Suryadarma agar dapat mengirimkan pasukan terjun payung ke Kalimatan untuk membentuk dan menyusun gerilyawan dalam membantu perjuangan rakyat Kalimantan.
Pasukan juga diminta mendirikan stasiun radio induk untuk keperluan membuka jalur komunikasi antara Kalimantan dengan Yogyakarta (kantor gubernur Kalimantan masih berpusat di Yogyakarta, red), serta menyiapkan daerah penerjunan (dropping zone) bagi para penerjun.
Suryadarman langsung menyanggupi permintaan PM Noor tersebut. Sebanyak 12 orang disiapkan untuk diterjunkan ke Kalimantan. Mayor Udara Tjilik Riwoet ditunjuk untuk mempersiapkan prajurit-prajurit AURI yang akan diterjunkan.
"Dengan pesawat Dakota RI-002 yang diterbangkan Bob Freeberg dan kopilot Opsir Udara III Suhodo, pada 17 oktober 1947 dinihari pesawat itu take off dari Pangkalan Udara Maguwo, terbang menuju Kalimantan," tulis Adityawarman Suryadarma dalam buku Bapak Angkatan Udara, Suryadi Suryadarma.
Bertindak sebagai jumping master adalah Opsir Muda Udara III Amir Hamzah dan sebagai penunjuk daerah penerjunan adalah Mayor Udara Tjilik Riwoet.
Sejatinya para peterjun itu belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna, kecuali pelajaran teori dan latihan di darat. Namun dengan penuh keberanian dan semangat patriotisme serta tekad untuk membela tanah air, mereka melaksanakan tugas mulia tersebut. "Ini merupakan operasi lintas udara pertama dalam perjalanan sejarah Indonesia," tulis Adityawarman.
Keterlibatan PM Noor dalam perjuangan mempertahankan NKRI lewat jalur militer tak cuma itu. Sebelumnya sebagai gubernur Kalimantan yang berpusat di Yogyakarta, dia mengirim rombongan ekspedisi Rahadi Usman ke Kalbar (1945), mengirim rombongan ekspedisi Firmansyah, Kapten Mulyono, Mustafa Ideham ke Kalsel; Tjilik Riwut ke Kalteng (1946) dan pembentukan pasukan MN 1001.
Pasukan MN 1001 merupakan kelompok gerilya dengan jumlah pasukan dan kemampuan penguasaan wilayah terbesar kedua setelah ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan 1945-1949. MN 1001 dibentuk di Yogyakarta pada 20 Oktober 1945 oleh PM Noor sebagai bagian dari TRI. Arti MN 1001 adalah "Pasukan Muhammad Noor dengan seribu satu akal atau jalan" untuk mencapai kemerdekaan bagi Pulau Kalimantan.
"Bapak PM Noor lah yang mengkoordinir semua perjuangan, mengatur siasat perjuangan untuk merebut Kalimantan dari tangan penjajah," tulis mantan Komandan Pasukan MN 1001 Mayor Tjilik Riwut dalam buku Ir PM Noor, Teruskan Gawi Kita Balum Tuntung.
Sementara Jendera AH Nasution dalam kesaksiannya di buku tersebut menyatakan telah mengenal dan bekerja sama dengan PM Noor sejak 1948 di Yogyakarta. Dia bersama PM Noor bahu-membahu melakukan reorganisasi laskar-laskar di luar Jawa sesuai kebijakan M Hatta.
"Tak sedikit saham beliau untuk persiapan menghadapi agresi Belanda kedua, yang selalu saya kenangkan," tulis Nastuion.
Dalam perjalanan berikutnya, sebagai KSAD Nasution mengaku termasuk yang mengusulkan jabatan menteri Pekerjaan Umum untuk dipegang oleh PM Noor. Dalam rencana usaha integral, pembangunan dan otonomi daerah harus dipentingkan. "Saya anggap beliau adalah tepat sekali. Dengan Pak Juanda kami berkali-kali membahas program pembangunan Sumatera secara terpadu, ditambah Kalimantan, dan seterusnya," papar Nasution. (/)